iklan

WELCOME TO MY BLOG

Selamat datang di blog saya..
dengan blog ini saya hanya ingin berbagi ilmu pengetahuan yg saya miliki, semoga bermanfaat untuk anda...
Jangan lupa komennya,,,,hehehe

gw ^_^

gw ^_^

Monday, 19 November 2012

Makalah ilmu kalam Kehendak mutlak kekuasaan dan keadilan tuhan


Makalah ilmu kalam
Kehendak mutlak kekuasaan dan keadilan tuhan





Di susun oleh:
Ardi
Ikbal Ulumuddien
Syahriel Rahman

Universitas islam syeikh yusuf
Fakultas agama islam
2011
Perbedaan pendapat pada manusia adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Jika manusia sejak kecilnya memandang alam sekitarnya dengan pandangan filosofis – sementara pandangan orang berbeda-beda, maka kelanjutan ialah bahwa gambaran dan imajinasi manusia juga berbeda-beda. Demikian juga halnya yang terjadi dalam kenyataan kehidupan kaum muslimin, di mana sejarah mencatat bahwa kaum muslimin sepeninggal Rasulullah SAW. Setelah terbagi kepada beberapa aliran dalam bidang Teologi yang semulanya hanya dilator belakangi oleh persoalan politik, seperti : Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Masing-masing aliran berbeda pendapat dalam mengemukakan konsep mereka dalam bidang teologi, di samping disebabkan karena mamang munculnya perbedaan itu terkait langsung dengan perbedaan kecenderungan, tingkat pengetahuan dan pengalaman, juga disebabkan karena di antara dasar-dasar agama, baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun hadis Nabi memberikan peluang untuk munculnya perbedaan persepsi dalam memberikan peluang untuk munculnya perbedaan persepsi dalam memberikan interpretasi, khususnya dalam lapangan teologi seperti masalah sifat-sifat tuhan, perbuatan manusia dan perbuatan Tuhan, keadilan, kehendak muthlak Tuhan, akal dan wahyu.
Makalah ini mencoba untuk mengetengahkan pembahasan tentang keadilan, kehendak mutlak Tuhan, dengan memperbandingkan pendapat berbagai aliran dalam Islam yang pernah muncul dalam sejarah.

PEMBAHASAN
A. Kekuasaan dan Kehendak Muthlak Tuhan
Dalam menjelaskan kemuthlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan ini, Asy’ari menulis dalam Al-Ibanah-nya bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun, di atas Tuhan tidak ada lagi suatu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa ada lagi suatu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat oleh Tuhan. Tuhan bersifat absolute dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana kata al-Dawwaniy sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abduh, Tuhan adalah Maha Pemilik (al-Malik) yang bersifat absolute dan berbuat apa saja yang dikehendakiNya di dalam kerajaanNya dan tidak seorangpun yang dapat mencela perbuatanNya. Sunggupun perbuatan-perbuatan itu oleh akal manusia dipandang bersifat tidak baik dan tidak adil. Lebih tegas ia menulis :
“Tuhan bersifat adil dalam segala perbuatanNya. Tidak ada suatu laranganpun bagi Tuhan. Dia berbuat apa saja yang dikehendakiNya. Seluruh makhluk milik-Nya dan perintahNya adalah di atas segala perintah. Dia tidak bertanggungjawab tentang perbuatan-perbuatanNya kepada siapapun”.
Sejalan dengan pernyataan di atas, al-Ghazali juga sama berpendapat bahwasanya Tuhan dapat berbuat apa saja yang dikehendakiNya, dapat memberikan hukuman menurut kehendakNya, dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu dikehendakiNya dan dapat memberi upah kepada orang kafir jika yang demikian dikehendakiNya.
Bagi kaum Asy’ariyah, Tuhan sama sekali tidak terikat kepada apapun, tidak terikat kepada janji-janji, kepada norma-norma keadilan dan sebagainya. Sementara menurut kaum Mu’tazilah, kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak bersifat muthlak lagi. Sebab, kekuasaan Tuhan sudah dibatasi oleh kebebasan, yang menurut Mu’tazilah, telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatannya. Selanjutnya kekuasaan muthlak Tuhan itu dibatasi pula oleh keadilanNya. Tuhan tidak bisa lagi berbuat sekehendakNya, Tuhan telah terikat kepada norma-norma keadilan yang kalau dilanggar, membuat tuhan bersifat tidak adil. Bahkan zhalim. Sifat seperti ini tentu saja tidak bisa diberikan kepada Tuhan. Kekuasaan dan kehendak muthlakNya dibatasi lagi oleh kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia yang menurut kaum Mu’tazilah memang demikian. Kekuasaan muthlak itu dibatasi pula oleh hukum alam (nature of law : sunnatullah) yang tidak mengalami perobahan. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Ahzab ayat 62 : (Tidak akan engkau jumpai perubahan pada Sunnatullah).
Adapun kaum: Muturidiyah, khususnya kelompok Bukhara, mereka menganut pendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan muthlak. Menurut al-Bazdawiy, Tuhan memang berbuat apa saja yang dikehendakiNya dan menentukan segala-galanya menurut kehendakNya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan, dan tidak larangan-larangan terhadap Tuhan. Akan tetapi walau bagaimanapun juga faham mereka tentang kekuasaan Tuhan tidaklah semuthlak faham Asy’ari.
Adapun kaum Maturidiy kelompok Samarkand, tidaklah sekeras kelompok Bukhara dalam mempertahankan kemuthlakan kekuasaan Tuhan, akan tetapi tidak pula memberikan batasan sebanyak batasan yang diberikan oleh kaum Mu’tazilah bagi kekuasaan muthlak Tuhan. Batasan-batasan yang diberikan oleh kaum Maturidiy kelompok samarkand ini, adalah :
1. Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka ada pada manusia
2. Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, akan tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
3. Keadaan hukuman-hukuman Tuhan, sebagaimana kata al-Bayadhi, tidak boleh tidak mesti terjadi. tidak ada suatu zatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas segala-galanya. Batasan-batasan itu ditentukan oleh Tuhan sendiri dan dengan kemauan-Nya sendiri pula. We Allahu Alam.
KEADILAN TUHAN
v Faham Muta’zilah
Soal keadilan mereka tinjau dari sudut pandangan manusia, bagi mereka sebagai yang diterangkan oleh Abd al-Jabbar, keadilan erat kaitannya dengan hak dan keadilan diartikan memberikan orang akan haknya . Kata-kata “Tuhan Adil” mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik, bahwa ia tidak dapat berbuat yang buruk dan bahwa ia tidak dapat mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. oleh karena itu Tuhan tidak boleh bersifat Zalim dalam memberi hukuman, tidak dapat menghukum anak orang musyrik lantaran dosa orang tuanya dan mesti memberi upah kepada orang – orang yang patuh pada –Nya dan memberikan hukuman kepada orang – orang yang menentang perintah-Nya. Selanjutnya keadilan juga mengadukan arti berbuat semestinya serta seusai dengan kepentingan manusia. Dan memberi upah atau hukuman kepada manusia sejajar dengan corak perbuatannya. Menurut al – Nazzam an pemuka – pemuka Mu-tazilah lainnya, tidak dapat dikatakan bahwa tuhan berdaya untuk bersifat zalim, berdusta dan untuk tidak dapat berbuat apa yang terbaik bagi manusia.
v Faham Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah mereka menolak faham Mu’tazilah bahwa Tuhan mempunyai tujuan dalam perbuatan – perbuatannya. Bagi mereka perbuatan-perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan perbuatan dalam arti sebab dalam mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu betul mereka akui bahwa perbuatan Tuhan menimbulkan kebaikan dan keuntungan itu tidaklah mendorong bagi Tuhan untuk berbuat. Tuhan berbuat semata – mata karena kekuasaan dan kehendak mutlaknya bukan karena kepentingan manusia atau tujuan lain. Dengan demikian adanya tendensi untuk meninjau dari sudut kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dengan kehendak dan pengetahuan pemilik. Dengan demikian keadilan Tuhan mempunyai arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan berbuat sekehendak hati-Nya. Ketidak adilan, sebaliknya berarti “Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang”. Oleh karena itu, Tuhan dalam faham kaum Asy’ariyah dapat berbuat apa saja yang dikehendakinya, sesungguhnya hal itu menurut pandangan manusia adalah tidak adil. Asy’ari sendiri berpendapat bahwa Tuhan tidaklah berbuat salah kalau memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka. Perbuatan salah dan tidak adil adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan karena di atas Tuhan tidak pernah bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, Tuhan tidak bisa dikatakan tidak adil. Al-Ghazali juga berpendapat demikian. Ketika adilan dapat timbul hanya jika seseorang melanggar demikian. Ketidakadilan dapat timbul hanya jika seseorang melanggar hak orang lain dan jika seseorang harus berbuat sesuai dengan perintah dan kemudian melanggar perintah itu. Perbuatan yang demikian mungkin ada pada Tuhan. Sekiranya ini dilakukan Tuhan, Tuhan tidaklah berbuat salah dan Tuhan tetap masih bersifat adil. Upah yang di berikan Tuhan hanyalah merupakan rahmat dan hukuman tetap merupakan keadilan Tuhan, Tuhan tetap bersifat adil.
v Faham Maturidiyah
Faham Maturidiyah ini ada dua golongan pertama golongan maturidiyah Bukhoro yang kedua golongan Maturidiyah di Samarkand. Golongan maturidiyah Bukhoro mempunyai sikap yang sama dengan kaum Asy’ariyah. Menurut Al-Badzawi tidak ada tujuan yang mendorong Tuhan untuk menciptakan kosmos ini. Tuhan berbuat sekehendak hatin-Nya. Dengan kata lain al-Bazdawi berpendapat bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia.
Bagi kaum Mu’tazilah dan kaum maturidiyah kelopak Samarkand persoalan persoalan tersebut tidaklah timbul, karena bagi mereka perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan tetapi adalah perbuatan manusia itu sendiri. Jadi, manusia dihukum atas perbuatan yang dikehendakinya sendiri dan yang dilakukan bukan dengan paksaan, akan tetapi dengan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya. Bagi kaum Maturidiyah kelompak Bukhra, karena sefaham dengan kaum Asy’ariyah, maka persoalan itu pada dasarnya ada, akan tetapi faham masyi’ah dan ridha membebaskan golongan bukhara dari persoalan ini.
Daftar pustaka

No comments:

Post a Comment