KEKUASAAN,KEHENDAK DAN KEADILAN TUHAN
Di susun
Oleh :
Ardi
Ikbal ulumudin
Syahril rahman
FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF(UNIS)TANGERANG-BANTEN
A. Kehendak Mutlak dan
Keadilan Tuhan
1. Kehendak
Mutlak
Aliran-aliran ilmu kalam berbeda pendapat
mengenai kekuatan akal, fungsi dan wahyu dan kebebasan atau kehendak, perbuatan
manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentang kehendak mutlak dan
keadilan Tuhan.
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan
Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai Tuhan alam semesta, sebagai pencipta alam
Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada bahkan harus melampaui segala aspek
yang ada yaitu eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak
terbatas karena tidak ada eksistensi karena lain yang mengatasi dan melampaui,
yang dipahami esa dan unik.
Perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan
kehendak mutlak dan keadilan Tuhan didasari pula oleh perbedaan pemahaman
terhadap akal dan fungsi wahyu.
a.
Mu’tazilah
Manusia bebas merdeka melakukan perbuatannya
sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan dari sudut
kepentingan manusia. Tuhan adil jika Tuhan memberikan hak sebenarnya kepada
manusia.
b. As-ariyah
Aliran ini bertolak belakang dengan mu’tazilah.
As-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan kekuasaan Tuhan
yahng bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala-galanya,
karena itu apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil. Sebab Ia memperlakukan
ciptaan dan miliknya sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah menempatkan
sesuatu ditempat yang sebenarnya.
c.
Maturidiyah Samarkhan dan Bukhara
Maturidiyah Samarkhan ini memandang keadilan
Tuhan sama dengan Mu’tazilah, sedangkan pendapat Maturidiyah Bukhara sejalan
dengan pemikiran as-ariyah.
2. Keadilan Tuhan
Perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan
kehendak mutlak dan keadilan tuhan didasari pula oleh perbedaan pemahaman
terhadap akal dan fungsi wahyu. Keadilan Tuhan tersebut menurut beberapa aliran
yaitu:
a.
Mu’tazilah
Manusia bebas merdeka melakukan perbuatannya
sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan dari sudut
kepentingan manusia.
b. As-ariyah
Aliran ini bertolak belakang dengan mu’tazilah,
as-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan kekuasaan Tuhan yang
bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala-galanya, karena itu
apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil, sebab ia memperlakukan ciptaan dan miliknya
sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah menempatkakn sesuatu di tempat yang
sebenarnya.
c.
Maturidiyah (Samarkhan dan Bukhara)
Maturidiyah Samarkhan ini memandang keadilan
Tuhan sama dengan mu’tazilah, sedangkan pendapat maturidiyah Bukhara sejalan
dengan pemikiran As-ariyah.
3. Aliran-aliran
dalam tentang kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan
Aliran-aliran dalam tentang kehendak
mutlak dan keadilan tuhan dan perbuatan tuhan dan perbuatan manusai yaitu :
a.
Mu’tazilah
Aliran ini mengatakan dengan aliran rasional
yang menempatkan akal pada posisi yang tinggi dan menyakini kemampuan akal
untuk memecahkan problema teologis yang berpendapat kekuasaan tidak mutlak
sepenuhnya. Kekuasaannya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakannya sendiri.
Hal-hal yang membatasi kekuasaan tuhan tersebut diantara lain :
Ø Kewajiban-kewajiban untuk menunaikan
janji-janjinya seperti janjinya memasukkan orang saleh kedalam syurga dan
memasukkan orang yang berbuat jahat ke dalam neraka
Ø Kebebasan dan kemerdekaan manusia untuk
melakukan perbuatannya. Menurut mu’tazilah Allah memberikan kebebasan dan
kemerdekaan kepada manusia untuk melakukan perbuatan
Ø Hukum Allah. Hukum Allah menciptakan
alam semesta ini dengan hokum-hukum tertentu yang bersifat tetap[5]
b. As’ariyah
Menurut As’ariyah tuhan berkuasa mutlak atas
segala-galanya. Tidak ada sesuatupun yang membatasi kekuasaannya itu, karena
kekuasaan Tuhan bersifat absolute, bisa saja orang jahat atau kafir ke dalam
syurga atau memasukkan orang mukmin yang saleh ke dalam neraka., jika hal itu
dikehendakinya. Dalam hal ini bukti berarti tuhan tidak adil. Keadilan tuhan
tidaklah berkurang dengan perbuatannya itu sebab semua yang ada adalah ciptaan
dan miliknya, dia berhak berbuat apa saja terhadap ciptaan dan miliknya.
c.
Maturidiyah
Tuhan memiliki kekuasaan yang mutlak, namu
keutlakannya tidak semutlak paham yang dianut oleh paham As’ariyah, inti paham
maturidiyah adalah tuah tak mungkin melanggar janjinnya kepada orang yang
berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat. Pendapat ini menunjukan
bahwa kekuasaan tuhan tidak mutlak sepenuhnya sebagaimana pendapat as’ariyah
sebab masih terkandung adannya kewajiban tuhan dalam menepati janji.
B. Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan
bahwa tuhan melakukan perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dan
zat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya
Segala perbuatan Allah terbit dari ilmu
iradadnya. Tiap-tiap sesuatu yang terbit dari ilmu dan iradad berpangkal pula
kepada ikhtiar (kebebasan), tiap-tiap yang terbit dari ikhtiar tidak satupun
yang wajib dilakukan oleh yang mempunyai ikhtiar. Oleh karena itu tidak ada
satupun diantara perbuatan-perbuatannya yang dilakukan oleh zatnya, maka segala
perbuatan Allah seperti menciptakan, member rezki, menyuruh dan mencegah,
menghazab dan member nikmat adalah merupakan, sesuatu yang tetap bagi Allah
dengan kemungkinan yang khusus
Aliran ini sebagai aliran
kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas
pada hal-hal yang dikatakan baik, namun ini tidak berarti tuhan tidak mampu
melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, di dalam al-Qur’anpun dijelaskan
bahwa Tuhan tidak berbuat zalim.
Paham kewajiban Tuhan
berbuat baik bahkan yang terbaik mengkonsekuensikan aliran muktazilah
memunculkan kewajiban allah sebagai berikut :
a.
Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia
b. Kewajiban
mengirimkan rasul
c.
Kewajiban menepati janji
2. Aliran Asyi’ariyah
Menurut asyi’ariyah, paham kewajiban tuhan
berbuat baik dan terbaik bagi manusia , sebagaimana dikatakan aliran
mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan
kehendak tuhan. Sedangkan as’ariyah tidak menerima paham tuhan mempunyai
kewajiban. Tuhan dapat berbuat baik sekehendak hatinya terhadap makhluk.
3.Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat
perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkahn adinbakhara, aliran
Maturidiyah samarkhan juga memberikan batas dan kehendak mutlak tuhan.
Berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja.
Dengan demikian tuhan mempunyai melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga
pengumuman rasul, dipandang sebagai, kewajiban tuhan, sedangkan Maturidiyah –
-
Bukharirah memiliki pandangan yang sama dengan as’ariyah, bahwa tuhan tidak
mempunyai kewajiban, namun sebagaimana dijelaskan oleh basdawi tuhan pasti
menepati janjinya dan tentang pengiriman rasul sesuai dengan paham, mereka
tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya
bersifat mungkin saja
C. Perbuatan Manusia
Akar dari masalah perbuatan manusia adalah
keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya
manusia itu sendiri. Perbuatan manusiapun mulai dipertanyakan, sampai dimanakah
manusia sebagai ciptaan tuahn bergantung pada kehendak dan keleluasaan Tuhan
dalam menentukan perjalanan hidupnya ?. Apakah manusia terikat seluruhnya pada
kehendak dan kekuasaan mutlak tuhan?
Ada beberapa pendapat mengenai hal-hal tersebut
:
1. Aliran
Jabariyah
Pendapat aliran ini terbagi 2 :
a.
Jabariyah ekstrim
Berpendapat bahwa segala perbuatan manusia
bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan
yang dipaksakan atas dirinya
b.
Jabariyah moderat
Mengatakan bahwa tuhan menciptakan perbuatan
manusia, baik, perbutan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai
peranan di dalamnya, tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya
2. Aliran
Qadariyah
Aliran ini menyatakan bahwa segala tingkah laku
manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan utnuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun
berbuat jahat. Karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya, dari semua penjelasan diatas sungguh perbuatan manusia tidak ada
kaitannya dengan keinginan/kehendak tuhan. Seperti yang telah diterangkan dalam
Surat Ar-Ra’du : 11
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Ar-Ra’du: 11)
3. Aliran
Mu’tazilah
Dalam hal ini pendapat Mu’tazilah hamper sama
dengan Qadariyah yang memandang manusia mempunyai daya yang sangat besar dan
bebas. Manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, kepatuhan dan
ketaatan manusia kepada Tuhan adalah atas kehendaknya sendiri. Perbuatan
manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah
yang mewujudkan perbuatannya.
4. Aliran
Asyari’ah
Dalam paham aliran ini manusia ditempatkan pada
posisi yang lemah, manusia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki
pilihan dalam hidupnya, manusia kehilangan keaktifan, sehingga manusia bersifat
pasif dalam perbuatannya. Aliran ini berlandaskan Firman Allah:
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Ash Shafaat: 96)
Pada prinsipnya, aliran ini berpendapat bahwa
perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek
untuk mewujudkannya.
5. Aliran
Maturidiyah
Terdapat 2 pendapat:
a.
Maturidiyah Samarkhan
Faham Maturidiyah Samarkhan lebih dekat dengan
faham Mu’tazilah, kehendak dan daya berbuat pada diri manusia dalam arti kata
sebenarnya bukan kiasan, perbedaannya dengan Mu’tazilah ialah daya untuk
berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan
perbuatannya.
b. Maturidiyah
Bukhara
Dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah
Samarkhan, hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya.
Menurutnya untuk perwujudan perbuatan manusia tidak mempunyai daya hanya
Tuhanlah yang dapat mencipta dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang
telah diciptankan Tuhan baginya.
A. Kekuasaan Muthlak Tuhan
Dalam
menjelaskan kemuthlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan ini, Asy’ari menulis dalam
Al-Ibanah-nya bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun, di atas Tuhan tidak ada
lagi suatu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa ada lagi
suatu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh
dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat oleh Tuhan. Tuhan bersifat absolute
dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana kata al-Dawwaniy sebagaimana
dikutip oleh Muhammad Abduh, Tuhan adalah Maha Pemilik (al-Malik) yang bersifat
absolute dan berbuat apa saja yang dikehendakiNya di dalam kerajaanNya dan
tidak seorangpun yang dapat mencela perbuatanNya. Sunggupun perbuatan-perbuatan
itu oleh akal manusia dipandang bersifat tidak baik dan tidak adil. Lebih tegas
ia menulis :
“Tuhan bersifat
adil dalam segala perbuatanNya. Tidak ada suatu laranganpun bagi Tuhan. Dia
berbuat apa saja yang dikehendakiNya. Seluruh makhluk milik-Nya dan perintahNya
adalah di atas segala perintah. Dia tidak bertanggungjawab tentang
perbuatan-perbuatanNya kepada siapapun”.
Sejalan dengan
pernyataan di atas, al-Ghazali juga sama berpendapat bahwasanya Tuhan dapat
berbuat apa saja yang dikehendakiNya, dapat memberikan hukuman menurut
kehendakNya, dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu dikehendakiNya dan
dapat memberi upah kepada orang kafir jika yang demikian dikehendakiNya.
Bagi kaum
Asy’ariyah, Tuhan sama sekali tidak terikat kepada apapun, tidak terikat kepada
janji-janji, kepada norma-norma keadilan dan sebagainya. Sementara menurut kaum
Mu’tazilah, kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak bersifat muthlak lagi. Sebab,
kekuasaan Tuhan sudah dibatasi oleh kebebasan, yang menurut Mu’tazilah, telah
diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatannya. Selanjutnya
kekuasaan muthlak Tuhan itu dibatasi pula oleh keadilanNya. Tuhan tidak bisa
lagi berbuat sekehendakNya, Tuhan telah terikat kepada norma-norma keadilan
yang kalau dilanggar, membuat tuhan bersifat tidak adil. Bahkan zhalim. Sifat
seperti ini tentu saja tidak bisa diberikan kepada Tuhan. Kekuasaan dan
kehendak muthlakNya dibatasi lagi oleh kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap
manusia yang menurut kaum Mu’tazilah memang demikian. Kekuasaan muthlak itu
dibatasi pula oleh hukum alam (nature of law : sunnatullah) yang tidak
mengalami perobahan. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Ahzab ayat 62 : (Tidak akan
engkau jumpai perubahan pada Sunnatullah).
Adapun kaum:
Muturidiyah, khususnya kelompok Bukhara, mereka menganut pendapat bahwa Tuhan
memiliki kekuasaan muthlak. Menurut al-Bazdawiy, Tuhan memang berbuat apa saja
yang dikehendakiNya dan menentukan segala-galanya menurut kehendakNya. Tidak
ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan, dan tidak larangan-larangan
terhadap Tuhan. Akan tetapi walau bagaimanapun juga faham mereka tentang
kekuasaan Tuhan tidaklah semuthlak faham Asy’ari.
Adapun kaum
Maturidiy kelompok Samarkand, tidaklah sekeras kelompok Bukhara dalam
mempertahankan kemuthlakan kekuasaan Tuhan, akan tetapi tidak pula memberikan
batasan sebanyak batasan yang diberikan oleh kaum Mu’tazilah bagi kekuasaan
muthlak Tuhan. Batasan-batasan yang diberikan oleh kaum Maturidiy kelompok
samarkand ini, adalah :
1. Kemerdekaan
dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka ada pada manusia
2. Keadaan Tuhan
menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, akan tetapi berdasarkan atas
kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam
dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
Keadaan
hukuman-hukuman Tuhan, sebagaimana kata al-Bayadhi, tidak boleh tidak mesti
terjadi. tidak ada suatu zatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas
segala-galanya. Batasan-batasan itu ditentukan oleh Tuhan sendiri dan dengan
kemauan-Nya sendiri pula. WA Allahu Alam.
No comments:
Post a Comment